HAK-HAK KONSTITUSI WARGA NEGARA DIKUDETAKAN
OLEH: DEDYSUHAIMI
KETUA FORMEI98
Pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat yang selanjutnya lebih dikenal dengan istilah “SUARA TUHAN” merupakan jantungnya dari sebuah negara modern dan apabila hal tersebut telah terwujud tanpa remang-remang, tanpa tanda kutip maka negara yang menganut sistem tersebut disebut juga sebagai negara yang demokratis atau negara yang mengagungkan kekuasaan tertingginya ada ditangan rakyat dan itu merupakan harga mati tanpa ada pengecualiannya. Dalam prakteknya terbagi 2 bagian terpenting yakni; eksekutif dan legislatif dimana penerapan kesemuanya tetap mengacu kepada “ROH DARI DEMOKRASI ITU SENDIRI”, pengangkangan atas hal tersebut walaupun dilakukan oleh orang per orang, lembaga per lembaga, dan kelompok per kelompok meskipun keberadaan mereka disahkan oleh Undang-Undang tetap dapat dikategorikan sebagai “PENJAHAT DEMOKRASI”.
Rakyat merupakan kumpulan dari banyak orang yang berada pada suatu wilayah dimana keberadaannya atas wilayah tersebut bersifat tetap atau dengan kata lain “NOMADEN” dan dalam konteks “DARI RAKYAT OLEH RAKYAT DAN UNTUK RAKYAT” terlihat jelas “BENANG MERAH” dan “HITAM DAN PUTIHNYA” bahwa suara orang per orang dari rakyat tersebut tidak dapat diwakilkan dan atau dititipkan karena ketika hal tersebut dilakukan maka pada saat yang sama “PENGANGKANGAN DEMOKRASI” telah terjadi.
Negara yang telah mengklaim dirinya sebagai negara demokrasi walaupun dalam penerapan dilapangan konsep demokrasi ini sangat mahal bukan berarti orang-orang yang telah diberikan kepercayaan yang penuh oleh rakyat untuk mengelola sebuah negara tersebut (EKSEKUTIF dan LEGISLATIF) harus mengangkangi “ROH DAN JANTUNGNYA” demokrasi dengan memanfaatkan kekuasaan yang telah diberikan tersebut untuk bertingkah-laku seolah-olah mereka telah memiliki dan memegang kendali semuanya, termasuk hak-hak mendasar dari rakyat yang telah memberikan kewenangan kepada mereka. Karena hak dan kewajiban yang diberikan kepada mereka adalah hak dan kewajiban terbatas bukan hak dan kewajiban yang tidak terbatas (HAK UNLIMITED) apalagi dengan kekuasaan yang telah dipercayakan kepada mereka kemudian mereka melakukan format-format hukum dengan tujuan menghilangkan dan menghapuskan “HAK-HAK MUTLAK RAKYAT”.
Indonesia merupakan negara demokrasi (termuat dalam MUKADIMAH UUD1945 berikut pasal-pasal yang ada didalamnya (amandemen maupun sebelum amandemen)) ditambah lagi dengan ditetapkannya UUD1945 sebagai salahsatu sumber dari segala sumber hukum di Negara Kesatuan Republik Indonesia jelas mengharuskan dengan tegas tanpa kecuali untuk menghormati dan melaksanakan secara sadar “HAK-HAK DASAR WARGA NEGARA” yakni “HAK DASAR MEMILIH DAN DIPILIH” dimana hal ini setiap warga negara memiliki “HAK UNTUK MEMILIH DAN HAK UNTUK DIPILIH” yang merupakan hak mutlak tanpa tanda kutif “MEMILIH WAKIL-WAKIL RAKYAT” dan “MEMILIH PEMIMPIN RAKYAT”, di Indonesia termasuk di negara manapun didunia ini yang termasuk dalam kategori tersebut hanya ada 2 yakni; WAKIL RAKYAT (LEGISLATIF DAN LPM) DAN “PEMIMPIN RAKYAT” (KEPALA NEGARA, KEPALA DAERAH, KEPALA WILAYAH TK.I (KADES DAN LURAH), KEPALA WILAYAH TK. II & TK. III (RT/ RW DAN KEPALA DUSUN))” dan ketika hak-hak dasar tersebut direbut dengan alasan tertentu maka para pihak yang telah melakukan tersebut walaupun sah secara konstitusional telah melakukan “KUDETA TERHADAP HAK-HAK RAKYAT” dan “MENGGANGKANGI KEABSAHAN UUD1945 (Amandemen)”.
Dengan telah ditetapkannya “RANCANGAN UNDANG-UNDANG PILKADA” menjadi “UNDANG-UNDANG PILKADA SECARA TIDAK LANGSUNG” memberikan isyarat jelas bahwa “HAK-HAK WARGA NEGARA UNTUK MEMILIH PEMIMPIN MEREKA DALAM HAL INI GUBERNUR, WALIKOTA DAN BUPATI (oleh UUD1945 merupakan HAK KONSTITUSIONAL YANG MENDASAR WARGA NEGARA)” telah terkudetakan sehingga kewenangan hak-hak dasar tersebut telah berpindah tangan ke orang per orang yang sejatinya memiliki hak yang sama seperti warga negara yang lain.
artikel disadur dari
http://actualnews123.com